Sabtu, 01 November 2014

PR "Pengagum Rahasia" Sekolah

Pengagum Rahasia
 Sabtu ini menjadi hari yang sedikit extrim bagi Embun dan teman-temanya di sekolah . Bagaimana tidak , sabtu yang seharusnya menjadi sabtu ceria seketika menjadi sabtu duka “bad Saturday”. Dengan suhu sepanas itu tepat pukul 12.00 harusnya Embun dan teman-temannya dapat mengembangkan senyum di bibir mereka mengingat itu adalah waktu pulang sekolah. Suhu panas saat itu sedikit terasa sejuk saat terbayangkan betapa nikmatnya bisa ber rileks ria setelah 6 hari stres oleh materi-materi pelajaran sekolah , Tapi bayangan akan semua itu seketika sirnah karena selain coretan-coretan di papan tentang pengagum rahasianya , mendadak pengumuman dari guru centil Bahasa Indonesia seakan menjadi tamparan perih di sabtu itu.
           “Siang semua?” Ucap guru bahasa sambil melenggak-lenggokkan ayunan kakinya.
           “Siang bu...” jawab murid-murid di kelas.
           “Siang Renda” ucapnya lagi dengan nada centil.
           “Siang bu” jawab Rendra si ketua kelas dengan cetus.
           “Oh ya . Ibu kosongkan pelajaran kali ini , mendadak tadi Bapak Bambang menghubungi Ibu , lalu beliau bilang ada pergantian jadwal untuk petugas upacara , dan mengejutkannya kelas IX IIS 1 mendapat giliran menjadi petugas upacara senin besok” ujar guru Bahasa itu seraya berlalu pergi.
            Deng-deng !! Seketika Embun termenung. Suhu di kepalanya seakan mendidih mendengar ucapan dari guru centil itu , ditambah lagi setelah ia mengetahui bahwa ia bertugas sebagai protokol . Ia selalu saja tidak percaya diri dengan suara nyaringnya.
            Waktu menunjukkan pukul 12.30 , dengan rasa jengkel dan penat , murid-murid IX IIS 1 pun keluar dari kelas mereka dan bersiap untuk berlatih upacara . Sesekali Nana yang bertugas sebagai pembawa teks pancasila mencubit lengan Embun.
           “Duh, apa’an sih Na! Sakit tau” liriknya jengkel.
           “Jelas aja Nana nyubit loe , liat aja tuh muka Rendra udah ditekuk . Dya udah manggil-manggil loe sampe 3x Mbun..” sahut Rere yang bertugas sebagai pembaca do’a.
           “Hah? Yang bener?” tanya Embun kaget.
           “Loe kalo lagi mimpi , tidur aja di rumah ! jangan di sini panas , tau gak sih!!” teriak Rendra dari tengah lapangan dengan muka merahnya sebagai pemimpin upacara.
           “Yee.. sama, gue juga kali” jawab Embun .
           “Makanya konsentrasi dong!” sahut Rendra dengan tampang marahnya.
           Dengan sisa tenaga yang dimiliki, mereka melanjutkan latihan hingga tepat pukul 14.00 pun tiba . Latihan upacara pun berakhir . Embun dan teman-temannya bergegas pulang bersama-sama.
           “Loe kenapa sih Mbun?? Gue liat tadi loe nglamun aja ? Celetuk Cita dengan wajah polosnya .
           “Kenapa???? Gakpapa kok , gue kepanasan aja tadi” sahut Embun.
           “Kepanasan , apa lagi mikirin si Pengagum Rahasia nih?” ledek Rere.
           “Pengagum Rahasia? Ih , apa’an sih” jawab Embun Jengkel.
           “Iya Mbun.. Pengagum Rahasia loe yang rutin nulis ‘Embun u’re my everyting ‘ di papan kelas tiap pagi” sahut Nana dengan nada meledek .
           “Ih, gaklah . Ngapain juga dipikirin” jawab Embun cetus.
           “Kira-kira sapa ya Mbun Pengagum Rahasia loe itu? Gue jadi penasaran. Kalo Diaz gak mungkin , soalnya gue tau dia anaknya blak-blakan. Kalo Joni apalagi , dia kan agak oon. Kalo Rafi , tulisannya mirip cakar ayam , mustahil banget dia bisa nulis sebagus itu di papan kelas. Trus sapa coba ? Reza, Dimas, Erik, Rendra.....?” celoteh Rere dengan wajah seriusnya.
           “Rendra? Ya gak mungkinlah kalo dia. Secara , dia kan cowok kulkas! Cowok terdingin dan tercuek di kelas. Sukanya marah-marah juga. Tadi aja pas latihan, gue kenak semprot” potong Embun.
           “Tapi kalu seandainya itu Rendra , loe juga pasti seneng banget kan? Secara, loe suka ke dia sejak SMP” timpal Cita.
           “Ya tapi gak mungkin juga kalo Rendra . Lagian loe tau sendiri kan sikap dia ke gue kayak gimana?” sahut Embun menyangkal.
           “Iya juga sih” ucap Rere sambil berfikir.
           Embun pun termangu memikrkan perkataan teman-temannya tentang Pengagum Rahasia itu juga tentang perasaannya terhadap Rendra. Sampai detik itu pun ia masih bingung bagaimana perasaannya terhadap Rendra .
           Senin itu pun tiba , hari nampak cerah . Murid-murid XI-IIS 1 pun telah bersiap pada posisi masing-masing sebagai petugas upacara. Upacara pun dimulai dengan kerutan kedua alis dari masing-masing petugas. Hingga sampailah pada laporan pemimpin upacara bahwa upacara telah selesai .
           “Laporan pemimpin upacara kepada pembina upacara bahwa upacara telah selesai” suara Embun masih terdengar merdu walau sinar matahari tampak sangat menyengat.
           Dengan sigap Rendra sebagai pemimpin upacara melangkahkan kaki menuju pembina upacara kemudian memberi hormat seraya menyampaikan laporannya.
           “Lapor! Saya Rendra Pratama Kelas IX IIS 1 , menyatakan bahwa diam-diam saya telah mengirim kata-kata cinta di papan kelas setiap pagi kepada Mentari Embun , teman sekelas saya seebagai ungkapan cinta saya terhadapnya . Dan saya berharap Embun mau menjadi pacar saya. Laporan selesai!”
            Bagai disambar petir, wajah Embun menjadi merah, kuning dan hijau mendengar laporan yang diucapkan Rendra. Rendra menatap matanya dengan hati penuh harap. Sorak-sorai dari seluruh peserta upacara pun ikut meramaikan suasana. Sesekali Embun melirik pembina upacara dan jajaran staf guru yang berbaris di sebelahnya dengan raut wajah bengong dan expresi tak percaya.
            Di tengah teriknya panas pagi itu , Embun jadi salah tingkah mendengar teriakan yang dilontarkan teman-temannya.
            “Cieeeeeeeeeee.. terima.... terima.... terima.... terima...”
            Tiba-tiba , dengan suara lantang dan percaya diri , Embun pun berteriak “Iya Rendra , aku terima cintamu. Aku mau jadi pacar kamu”.